Senin, 21 November 2016

Imperium Romanum In Pompeiis

Imperium Romanum in Pompeiis "


By Bella A Shafira

“If you don't know history, then you don't know anything. 
You are a leaf that doesn't know it is part of a tree. ” 
― Michael Crichton








Tanah

Pasir

Dan juga tulang - belulang.



Semua hal yang berhubungan dengan diriku entah mengapa harus berakhir 
dengan hal - hal seperti itu. 

Memangnya apalagi yang bisa aku lakukan selain ini ?

      Untuk seseorang yang mendambakan kebersihan, pekerjaan ini terasa 
100.000 % lebih konyol daripada hal - hal memuakkan lainnya yang aku benci.


Dan anehnya, masih disinilah aku.


      Menjadi seorang arkeolog membuatku harus terjebak dalam reruntuhan 
kota tua yang dulunya pernah megah pada masanya. Dapat kubayangkan jalan 
setapak yang terbentang luas yang tersusun dengan rapi, puing - puing tiang 
yang berdiri menjulang, dan juga arsitektur bangunan di kota ini sebelumnya. 
Penuh dengan keglamoran, kesenangaan, dan juga kemaksiatan. Semuanya 
tergambarkan dengan jelas pada sisa-sisa dinding reruntuhan. Dan, bahkan 
ampas manusia yang bersisakan debu itu juga menunjukkan kebiadapannya.


" Cihh, sangat manusia sekali. "





Aku hanya dapat meringis malu atas apa yang aku lihat. 












" Hai." terdengar suara berat seorang pria menyapaku. 
Aksen british nya terdengar begitu kental seakan menggelitik telingaku.


Kutolehkan kepala dan dapat kulihat seorang pria berkaos biru sedang 
memandangku dengan mata biru tuanya. 



" Ada apa ?" tanyaku acuh tak acuh.



" Oh hai.... Apa kau Samantha ?" tanyanya.


Aku menatap orang ini bingung. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban.


" Mungkin kau sudah menerima email dari kantorku beberapa hari lalu. Aku 
David Chase dari Museum British . Bisakah kita berbicara ?"


" Tentu. "

" Apa yang ingin kau tanyakan padaku Tuan ?"


" Just, Dave please .... Dapatkah kita berbicara sambil berjalan Sam ?" pintanya.


" Sure."




      Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak yang berukirkan gambar pola 
romawi yang indah. Meskipun kota Pompeii terletak di daerah pegunungan. 
Namun, jalan-jalan di kota ini dibuat lurus dan berpola pada tradisi murni 
Romawi kuno. Permukaan jalan tersusun atas batu-batu poligon. Sedangkan 
bangunan-bangunan rumah dan toko - toko di kedua sisi jalan, mengikuti 
decumanus dan cardusnya


" Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan David ?"


Ia menoleh menatapku dan juga mengumbarkan senyum ramah.


" Aku ingin mendengar penuturanmu tentang kota Pompeii ini."


" Hanya itu saja ?"

" Hmm, let me see."


" Menurutku, ada satu kata yang 
dapat menggambarkan kota ini."



Ia memiringkan kepalanya penasaran.



"Hukuman." 


" Kota ini dihukum."



Aku mengambil jeda sesaat.



" Pompeii hancur oleh karena keserakahan, kesombongan dan juga segala 
kemaksiatan yang telah mereka perbuat. Bukankah pada saat terakhir pun, 
mereka masih sempat untuk melakukan semuanya itu ?"


" Gunung Vesuvius yang merupakan simbol negara Italia. Gunung yang 
hanya dianggap sebelah mata oleh masyarakat yang tidak mau menghiraukan 
tanda-tanda yang telah muncul pada gunung ini. Kau tau ? Seandainya saja 
bila warga di kota Pompeii ini mau belajar dari kekacauan yang terjadi pada 
17 tahun silam pada masanya. Mungkin saja sebagian dari mereka ada yang 
selamat." 



" Jadi, masih ada kemungkinan itu rupanya." ucapnya dengan nada bertanya.



" Aku mendengar, mungkin beberapa tahun lagi tempat ini akan menjadi salah 
satu Situs Bersejarah Dunia oleh UNESCO."


" Hmm, aku juga mendengarnya. Kantorku mengirimku kemari untuk menugaskanku 
mengecek benda-benda peninggalan dan juga mempelajari sejarah yang terjadi 
di tempat ini."



Aku hanya dapat tertawa mendengar ucapannya. 



Pekerjaan memang terkadang seperti itu. Membuat kita berada di suatu tempat 
yang tidak pernah kita ketahui dan juga tidak kita ingini. 


Tapi, mau bagaimana lagi ?



" Kau tau, hari dimana kota ini dilenyapkan ?"

" Itu juga bertepatan dengan Vulcanalia, yaitu hari perayaan dewa api 
Romawi. Hari itu seakan -akan menjadi saksi amukan Vulcan dengan 
meluluhkan lava gunung Vesuvius dan mengutuk manusia itu menjadi 
batu. Vulcan pada dasarnya merupakan pengemasan ulang Hephaistos, 
dewa api dalam jajaran Yunani. Aku sudah lama mempelajari berbagai mitologi 
dewa-dewi Yunani dan juga Romawi. Bukan berarti karena aku 100% 
mempercayai mereka. Hanya saja, aku merasa mempelajari itu membuatku 
merasa senang."


" Yaah, aku dapat melihat dengan jelas dari raut wajahmu." ucapnya sambil 
tertawa.


" Apa kau tau mengapa bangsa Yunani dan juga Romawi terlihat sama ?" 
tanyaku penuh minat.


" Aku pernah mendengar tentang dewa-dewa tersebut. Tapi, aku tidak pernah 
benar-benar peduli tentang mereka." ucapnya sambil mendengus.


Aku tersenyum kembali.


" Kau tau. Bangsa Yunani, Romawi, Pompei dan juga perang Troya sebenarnya 
masih saling berhubungan. Mereka masih dalam satu ikatan cerita yang runtut."


" Bahkan perang Troya masih ada kaitannya dengan semua ini ?" ucapnya 
tidak percaya.


" Hahaha. David, kau harus melihat ekspresimu sendiri saat ini. Raut wajahmu 
sangat konyol." Aku tertawa cekikikan melihat ekspresinya itu.


" Jadi, kau berbohong ?" 


" Tidak - tidak. Aku tidak berbohong. Aku bersungguh-sungguh ketika 
mengatakannya. Kau tau dari mana nenek moyang bangsa Pompeii dan 
juga Italia berasal ?"


" Jangan katakan jika mereka ..." 


" Yup, mereka dari bangsa Yunani. Sejak dulu, pertikaian antar dewa-dewa 
sudah lama terjadi. Salah satu pertikaian mereka yang berdampak besar pada 
kehidupan umat manusia adalah Perang Troya. Banyak orang yang mati dalam 
perang itu. Dan, menurut mitos, asal muasal perang itu terjadi hanya karena 
sebuah perselisihan antara dewi AthenaHera, dan Aphrodite yang 
memperebutkan sebuah apel emas, yang bertuliskan 'Untuk yang tercantik.'"



Aku berhenti sejenak ketika aku mendengar suara tawa berat. Aku pun menoleh 
menatapnya.



" Aku tau itu terdengar konyol. But, please, hentikan tawa memekikkanmu itu. 
Ini menyangkut perang besar Troya kau tau. Masalah sepele juga pada 
kenyataannya menghasilkan hal-hal yang tidak akan pernah kita duga."


" I'm sorry." ucapnya sambil menahan tawa.


Aku hanya menatapnya dengan raut kesal.
 
sumber:http://sepenggalkeluhkesah.blogspot.co.id/2014/02/cerpen-mitologi.html


" Don't blame at me, please. Ini benar-benar tidak bisa aku tahan."


Aku menatapnya sambil mendengus. 

Aku pun, mulai ikut tersenyum.


" Kau benar, aku juga sebenernya tidak bisa berhenti tertawa awalnya." akuku.


" Benarkan kataku ?"


" Oke oke. Kita kembali lagi ke topik. Aku akan men-skip beberapa cerita, 
intinya yang akhirnya mendapatkan apel itu adalah Aphrodite."


" Ahh, aku tau itu. Itulah mengapa dia disebut sebagai dewi Kecantikan."


Aku hanya menatap sekilas melihatnya yang mulai bersemangat.


" Karena kejadian itu, dewi-dewi lainnya yang tidak mendapatkan apel 
tersebut menjadi sangat marah. Kemarahan tersebut akhirnya berujung 
dengan Perang Troya. Bangsa Yunani menyerbu Troya dan membumi 
hanguskannya. Anaeas, sang pahlawan Troya selamat dan akhirnya mearikan 
diri ke Itali. Disana, dia menjadi leluhur dari ras yang kelak menjadi bangsa 
Romawi. Bangsa Romawi menyebar di seluruh Italia. Itulah mengapa Pompeii 
juga merupakan salah satu kota dari kekaisaran Romawi."


" Orang-orang Romawi memuja dewa yang sama seperti bangsa Yunani 
hanya saja dengan nama yang berbeda. Seperti nama Romawi dari Zeus 
adalah Jupiter, Poseidon adalah Neptunus, dan Hades adalah Pluto. Juga 
Aphrodite adalah Venus dan juga Hephaestus adalah Vulcan. 



" Bagaimana kau bisa mengetahui semuanya itu ? Aku bahkan hanya 
mengetahui tentang Yunani dan Romawi dari Total Conquest. Kau 
membuatku kepalaku menjadi frustasi karena menerima informasi baru yang 
sangat banyak itu."


" Total Conquest ?"


" Kau tidak tau ? Itu adalah sebuah game yang berlatarkan kerajaan Romawi 
kuno."

" Hahaha, mungkin kau juga harus mencoba memainkannya suatu waktu. Mungkin 
saja ada hal-hal yang bisa kau pelajari dari sana."


Aku pun ikut tertawa.



" Mungkin."









" Bisakah kita duduk ? Kita sudah berjalan terlalu jauh rupanya." pintaku.

" Tentu."



      Kami pun duduk di atas bebatuan besar yang berbentuk persegi. Di dekat 
kami, dapat kulihat seekor anjing kecil yang sudah menjadi batu akibat dari 
timbunan lava yang menutupi tempat ini sebelumnya. Aku pun mendekati anjing 
itu dan memegangnya. Terasa begitu keras membatu. Ekspresi anak anjing itu
terlihat sangat ketakutan dan menyedihkan.


" Setiap orang harus menjadi katalisator kau tau."

" Semua kesalahan yang pernah terjadi pada hari yang berlalu tak boleh 
terjadi kembali di keesokan harinya. Sehingga makhluk hidup yang tak 
berdosa ini juga tak perlu menanggung rasa sakit yang tidak diperbuatnya."


Aku pun kembali duduk di atas batu besar tepat di depan David sedang terduduk. 


" Batu-batu manusia membatu itu mengingatkanku pada sesuatu." ucapku.


" Pada apa ?"


" Seperti mumi. Mereka seakan-akan terawetkan oleh waktu. Mereka tidak 
berbau, utuh dan juga tidak membusuk. Sama seperti mumi-mumi yang 
pernah aku gali dan kuteliti sebelumnya di Mesir. Peradaban mereka dan juga 
cara mereka memperlakukan orang mati sungguh mengagumkan." ucapku 
dengan bersemangat.


" What did you say ? Mumi ? Kau sungguh-sungguh meneliti mereka ?" 
ucapnya tidak percaya.


" Yup."

" Apakah mereka masih hidup ketika kau menemukannya ? Apakah mereka 
mencekikmu ketika kau membuka petinya ?" ucapnya ketakutan.


" Dave... Apa yang kau bicarakan sebenarnya ? Kau sedang berdelusi ? Hahaha."

" Saat itu aku ditugaskan untuk meneliti beberapa mumi dan juga piramida di 
Mesir. Disana, aku jadi mengenal banyak hal tentang dewa-dewa Mesir.
Dewa-dewa Mesir lebih sering digambarkan memiliki tubuh manusia tetapi 
berkepala hewan. Misalnya, seperti Dewa Ra yang berkepala rajawali, Horus 
yang berkapala elang, Sobek yang berkapala buaya dan juga Anubis yang 
berkepala seperti jakal. Aku begitu tertarik untuk mempelajari semuanya itu. 
Hanya saja, perusahaan tempatku bekerja menarikku dan menugaskanku untuk 
berkutik di tempat ini."



" Hahaha....

"Setidaknya, bukankah tempat ini juga begitu indah. Ada banyak hal yang 
telah kau teliti kan. Jadi, kau tidak sepenuhnya menyesal."



" Aku memang tidak menyesalinya." ucapku sambil tersenyum.






      Menghabiskan sore hari di reruntuhan kota tua yang indah. Menyaksikan 
matahari yang seakan-akan mulai tenggelam di balik kemegahan gunung 
Vesuvius. 




Setelah beberapa saat. Kami pun akhirnya memutuskan untuk kembali. 


" Sam."

" Hmm ?"


" Aku akan kembali ke London besok pagi."

Aku mendongakkan kepalaku untuk dapat menatap matanya.


" Pameran akan dibuka bulan depan. Dan, semua orang sedang begitu sibuk 
mengurus segala persiapan untuk itu."

" Mungkin, jika saat itu kau tidak sibuk. Apakah kau berkenan untuk mampir 
dan mengunjungiku ? Disana kau juga bisa melihat beberapa benda-benda 
peninggalan dari Pompeii. Mungkin jika kau mau ... "



" Oke, aku akan datang untuk berkunjung." ucapku sambil menahan tawa.

" Lagipula, aku juga ingin melihat Patung granit merah Amenhotep III, Batu              
 Rosetta dan juga Patung dada raksasa Ramesses II yang terkenal itu. "


" Aku akan membawamu berkeliling begitu berada di London. Segera telepon 
aku begitu kau sampai disana"


"  Tentu"


" Dan, aku juga sangat berterima kasih untuk hari ini."

" Tidak masalah. Aku juga sedang tidak sibuk."



" Kalau begitu, sampai jumpa kembali bulan depan. Aku akan menunggu 
kedatanganmu, Sam."

" Sampai jumpa."




Ia pun berjalan menjauh sambil melambaikan tangan dengan bersemangat. 


Aku pun melambaikan tangan membalas lambaiannya.




Aku hanya menatap punggung itu yang berjalan menjauh hingga aku tidak 
dapat melihatnya lagi. 



Sampai jumpa kembali.







--------- END --------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar