Ilmu sanad adalah sebuah tradisi ilmiah yang
hanya dimiliki oleh umat Islam. Tidak ada umat, dari agama dan ras
manapun yang memiliki tradisi ilmiah ini. Ahli hadits menyusun rumusan
keilmuan ini dengan kaidah-kaidah detil yang mengagumkan.
Isnad atau sanad adalah silsilah nama-nama
perawi (pewarta) yang membawakan suatu berita tentang hadits Nabi ﷺ atau
kejadian-kejadian sejarah. Dinamakan sanad, karena para penghafal
menjadikannya acuan dalam menilai kualitas suatu berita atau ucapan.
Apakah ucapan tersebut shahih (valid) atau dha’if (tidak valid).
Dalam tradisi Islam sejarah Islam, kita harus
membaca sejarah sebagaimana halnya membaca hadits-hadits Rasulullah ﷺ.
Tidak mungkin riwayat dari Rasulullah ﷺ diketahui benar atau tidaknya
tanpa melalui proses penelitian sanad (silsilah pewarta) dan matannya
(teks berita). Para ulama kita memperhatikan nama-nama periwayat dan
redaksi ucapan yang mereka riwayatkan. Mereka mengumpulkan setiap
redaksi hadits yang diriwayatkan oleh perawi, memilah-milahnya,
menghukuminya, dan memisahkan mana yang shahih dan mana yang dha’if.
Dengan metode ini, hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah ﷺ
bisa dibersihkan dari kebohongan dan hal-hal buruk yang disisipkan
padanya.
Ironisnya, sekarang ini kaum muslimin tidak
lagi memperdulikan kualitas kabar, cerita, dan berita yang mereka baca.
Mereka lupa tradisi emas yang disusun oleh ulama-ulama mereka. Sebagian
umat Islam gandrung dengan tulisan-tulisan modern dan mengenyampingkan
karya ulama-ulama mereka. Mereka membaca sejarah dengan mengedepankan
keindahan bahasa dan runut alurnya. Tak lagi memperhatikan apakah
riwayat yang dinukil buku-buku tersebut benar atau tidak. Padahal Islam
memiliki standar yang tinggi dalam menerima berita.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu.” (QS:Al-Hujuraat | Ayat: 6).
Sanad Adalah Harta Istimewa Kaum MusliminTerjaganya hadits Nabi ﷺ hingga saat ini –setelah karunia Allah ﷻ- karena adanya sanad yang bersambung kepada beliau ﷺ. Metodologi ini, Allah ﷻ berikan hanya kepada umat Islam, tidak pada umat yang lain. Kita lihat sejarah-sejarah umat, selain umat Islam, kualitas berita yang mereka kabarkan rapuh sekali. Mereka tidak punya metodologi yang dapat diandalkan untuk menerima ucapan-ucapan nabi mereka. Sehingga terputuslah hubungan mereka dengan para nabi itu, secara ilmiah dan sejarah.
Umat Islam berbeda. Umat ini pemilik tunggal metodologi periwayatan. Berita yang didapat umat ini, diriwayatkan oleh pewarta yang kuat daya ingatnya, jujur, dan amanah dalam menyampaikan berita. Nabi ﷺ telah memberi isyarat bahwa ilmu ini akan kekal di tengah-tengah umatnya. Beliau ﷺ bersabda,
تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ، وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ
“Kalian mendengar dan didengar dari kalian. Dan
orang-orang yang mendegar dari kalian akan didengarkan.” (HR. Abu
Dawud, Bab Fadhl Nasyrul Ilmi 3659).
Urgensi Sanad atau Isnad
Para ulama telah menjelaskan tentang urgensi
sanad. Mereka menjelaskan pentingnya ilmu ini dengan pemisalan yang
tinggi. Seperti ucapan ulama tabi’in, Muhammad bin Sirin rahimahullah,
إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Karena itu, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Riwayat Muslim).Sufyan ats-Tsaury (ulama tabi’ at-tabi’in) rahimahullah mengatakan,
اَلإِسْنَادُ هُوَ سِلَاحُ المُؤْمِنِ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلَاحٌ فَبِأَيِّ شَيْءٍ يُقَاتِلُ؟
“Sanad adalah senjatanya orang-orang beriman. Kalau bukan dengan senjata itu, lalu dengan apa mereka berperang?” (al-Majruhin oleh Ibnu Hibban)Berperang maksudnya, perang argumentasi. Mengkritik orang yang menyampaikan kabar bohong dan membela agama ini dari kepalsuan.
Abdullah bin al-Mubarak (ulama tabi’ at-tabi’in) rahimahullah mengatakan,
اَلإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلَا الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Sanad itu bagian dari agama. Kalau bukan karena Isnad, pasti siapaun bisa berkata apa yang dia kehendaki.” (Riwayat Muslim).
Dengan adanya sanad, setiap orang yang mencatut
nama Rasulullah ﷺ atau para sahabatnya dalam suatu nukilan, tidak
serta-merta diterma ucapannya. Ucapannya diteliti, dari siapa dia
mendengar. Apakah ucapan tersebut memiliki periwayat yang bersambung
hingga ke Rasulullah ﷺ atau tidak. Satu per satu nama-nama itu diteliti
latar belakang kehidupan mereka, kualitas daya ingatnya, kejujurannya,
keshalehannya, dll. Apabila dikategorikan sebagai seorang terpecaya dan
memenuhi syarat-syarat lainnya. Barulah nukilannya diterima. Jika tidak
memenuhi syarat, maka tidak diterima. Sehingga seseorang tidak bisa
berbicara semaunya dalam agama ini.
Ilmu ini bisa diterapkan pada ilmu-ilmu
lainnya. Seperti ilmu sastra Arab, sejarah, pengobatan, dll. Dari ilmu
ini pula, lahir cabang keilmuan yang lain. seperti, Jarh wa Ta’dil. Apabila seorang pewarta tidak mencukupi syarat, ia di-jarh (dicela). Tidak dinilai layak. Jika si pewarta mencukupi syarat, ia di-ta’dil (dipuji). Dianggap layak beritanya diterima.
Perkembangan Ilmu Sanad/Isnad
Kaum muslimin mulai memperhatikan sanad setelah terjadi musibah pembunuhan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Di masa itu, mulai muncul orang-orang yang memalsukan ucapan. Para ahli
hadits pun mengambil sikap untuk membentengi syariat dan sejarah Islam
dari dusta dan kepalsuan. Sanda menjadi senjata untuk membantah para
pemalsu. Sufyan ats-Tsaury rahimahullah mengatakan, “Ketika
para pendusta membuat sanad-sanad bohong, kami bantah mereka dengan
tarikh dan nama-nama periwayat.” (Isham al-Bayir dalam Ushul Manhaj an-Naqdu ‘Inda Ahlu al-Hadits, Hal: 80).
Ilmu Sanad Dalam Pandangan Oritentalis Metodologi para ulama Islalm dalam menetapkan hadits shahih, baik sanadnya (jalur periwayatan) dan matan (teks berita atau hadits) telah membuat kagum para orientalis. Mereka juga mengagumi bagaimana sanad bisa melahirkan keilmuan lain seperti ilmu Ushul Hadits, Jarh wa Ta’dil, dll. Di antara orientalis yang mengagumi ilmu yang hanya dimiliki kaum muslimin ini adalah: Bosworth Smith, George Bernard Shaw, Sprengger, dll. (al-Mustasyriqun wa al-Hadits an-Nabawi oleh Muhammad Bahauddin).
Sprenger, seorang orientalis asal Jerman mengatakan, “Dunia tidak pernah melihat dan tidak akan pernah melihat komunitas seperti umat Islam. Mereka telah mempelajari cabang ilmu hadits, yakni Ilmu Rijal. Mereka meneliti 1,5 juta biografi periwayat.” Komentar Sprenger terhadap kitab al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah karya Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah.
Maurice Bucaille mengatakan, “Telah diketahui,
bahwa sumber hukum Islam yang ke-2 (hadits) bersandar pada penukilan
lisan. Oleh karena itu, orang-orang pertama yang mengumpulan dan
mentrasnkrip perkataan dan perbuatan ke dalam bentuk teks melakukan
tugas ini dengan berat. Perhatian pertama mereka tertuju pada detilnya
hafalan hadits-hadits di masa kehidupan Nabi. Mereka membukukan
nama-nama periwayat yang menukilkan ucapan dan perbuatan Nabi ﷺ. Hingga
nama-nama tersebut bersambung sampai kepada generasi pertama, baik dari
kalangan keluarga Nabi ﷺ atau sahabat-sahabat beliau yang langsung
bertemu dengan beliau ﷺ. Usaha ini dilakukan setelah meneliti satu per
satu biografi periwayat. Serta menjauhi periwayat yang diketahui
memiliki rekam jejak yang buruk dan tidak jujur. Karena hal ini
menunjukkan lemahnya kualitas periwayat yang membawa berita. Sehingga
mereka tidak dijadikan rujukan dalam jalur periwayatan hadits.
Metodologi ini hanya dimiliki oleh ulama Islam dalam setiap meneliti
semua kabar dari Nabi mereka.” (Dirasah al-Kutub al-Muwaddasah fi Dhaui al-Ma’arif al-Hadits oleh Maurice Bucaille).
Seorang pendeta dan orientalis Inggris, David
Samuel Margoliouth, yang terkenal memusuhi Islam, ia juga tidak
memungkiri betapa selektifnya umat Islam dalam memilih pembawa berita
(perawi). Margoliouth mengatakan, “Pantas umat Islam bangga
sebangga-bangganya dengan ilmu hadits mereka.” (al-Maqalat al-Ilmiyah Hal 234-253, dinukil dari pengantar al-Ma’rifatu Li Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil).
Sanad dan Pencatatan SejarahSejarawan Nasrani asal Libanon, Ahmad Rustum, ketika menulis karyanya Mushthalah at-Tarikh, ia mengakui hebatnya metodologi penukilan berita sejarah dalam tradisi Islam. Bgaimana umat Islam memilah, mana pewarta yang terpecaya dan mana yang bukan sungguh luar biasa. Mana yang adil dan mana yang amanah. Sehingga ia pun mengambil sebagian berita sejarah dari ahli sejarah Islam (Mushtalah at-Tarikh oleh Asad Gabriel Rustum).
Semoga Allah ﷻ merahmati ulama-ulama hadits kaum muslimin. Mereka menjadi perantara kemuliaan umat ini.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar